DPRD Sultra Selidiki Dugaan Pencemaran Lingkungan PT Tambang Bumi Sulawesi

oleh -17567 Dilihat
Suasana pertemuan antara DPRD Provinsi Sultra dengan masyarakat.

RADARKENDARI.COM, KENDARI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu, 22 Januari 2025, untuk menyelidiki dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.

Langkah ini diambil setelah Konsorsium Mahasiswa (Korum) Sultra, yang terdiri dari Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan dan Kehutan (AMPLK) Sultra, Jaringan Demokrasi Rakyat (Jangkar), dan Amara Sultra, menggelar aksi unjuk rasa terkait hal tersebut.

Ketua Komisi III DPRD Sultra, Sulaeha Sanusi, menyatakan bahwa RDP akan mengundang berbagai pihak terkait.

Anggota Komisi III lainnya, Suwandi Andi, memastikan bahwa PT TBS akan dipanggil untuk dimintai keterangan.

Suwandi juga menyoroti dugaan kerugian negara ratusan miliar rupiah di sektor perpajakan akibat aktivitas pertambangan tersebut.

Abdul Khalik, anggota Komisi III lainnya, menambahkan bahwa pihaknya akan menelusuri Amdal PT TBS, mempertanyakan independensi penyusunnya, dan berharap DPR-RI merevisi UU terkait penyusunan Amdal agar diserahkan kepada negara, bukan pihak swasta.

Jenderal Lapangan aksi, Malik Bottom, menjelaskan bahwa tujuan demonstrasi adalah untuk meminta ketegasan DPRD Sultra terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT TBS, yang diduga melanggar Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 tahun 2003 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 5 tahun 2022 tentang pengelolaan air limbah usaha pertambangan.

Massa aksi juga telah menyampaikan laporan resmi ke Kantor Inspektorat Tambang Sultra, yang berkomitmen untuk menindaklanjuti laporan tersebut.

Sementara itu, Humas PT TBS, Nindra, membantah tuduhan pencemaran lingkungan.

Ia menyatakan bahwa foto-foto banjir yang beredar di media sosial diambil dua tahun lalu, saat kegiatan penambangan sedang dihentikan, dan bahwa kekeruhan sungai Watalara disebabkan oleh tingginya curah hujan, bukan luapan sungai akibat aktivitas pertambangan.

Laporan : Muhammad Irfan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.