RADARKENDARI.COM – Kendari, Sulawesi Tenggara – Ketua Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam (AGPAI) Provinsi Sulawesi Tenggara, La Hamiku, S.Pdi., M.Pdi, mengungkapkan kekesalannya atas ketimpangan hak yang dialami guru agama di wilayah tersebut.
Ketimpangan ini terutama menyangkut Tunjangan Hari Raya (THR) sertifikasi dan Tunjangan Profesi Guru (TPG) 13 yang tak kunjung dibayarkan.
Sejak tahun 2023, guru agama di Sultra tidak menerima THR sertifikasi sebesar satu bulan gaji pokok. Situasi ini semakin memburuk sampai di tahun 2025, di mana Kementerian Agama membatalkan THR sertifikasi dengan alasan guru agama diangkat oleh pemerintah daerah. Ironisnya, pemerintah daerah juga tak membayarkan THR sertifikasi tersebut.
Lebih lanjut, La Hamiku menjelaskan bahwa TPG 13, setara dengan satu bulan gaji pokok, juga belum dibayarkan sejak tahun 2023.
“Meskipun guru umum yang diangkat oleh pemerintah daerah telah menerima TPG 13 di tahun 2024, guru agama dengan status serupa masih terabaikan hingga tahun 2025,” ungkap La Hamiku.
“Kondisi ini menciptakan kesenjangan sosial yang signifikan di sekolah antara guru agama dan guru umum,” sambungnya.
La Hamiku mengungkapkan, Kementerian Agama berdalih bahwa karena guru agama diangkat oleh pemerintah daerah, maka pemerintah daerah pula yang bertanggung jawab atas pembayaran TPG 13.
“Guru agama dan guru umum memiliki status yang sama sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diangkat oleh pemerintah daerah, sehingga hak-haknya pun seharusnya sama,” kata La Hamiku.
Sebagai bentuk protes dan tuntutan, AGPAI Provinsi Sulawesi Tenggara berencana membawa aspirasi ini ke DPRD.
Jika tuntutan mereka tak diindahkan, maka seluruh guru agama di Sulawesi Tenggara, yang berjumlah 4.956 orang, akan melakukan aksi mogok mengajar.
“Aksi ini menjadi langkah terakhir untuk memperjuangkan kesetaraan hak dan kesejahteraan guru agama di Sulawesi Tenggara,” pungkasnya.
Penulis : Agus Setiawan