RadarKendari.com, KENDARI – Manajemen PT Tambang Indonesia Sejahtera (TIS) mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra dan perwakilan masyarakat Desa Bangun Jaya, Selasa (9/9/2025).
Agenda RDP yakni mendegarkan penjelasan perusahaan nikel terkait polemik lahan, legalitas perusahaan hingga penjelasan terkait IPPKH perusahaan di Desa Bangun Jaya, Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).
Dalam kesempatan tersebut, Laode Sabaruddin selaku Direktur Operasional PT TIS mengungkapkan bahwa pihaknya sama sekali tidak melakukan penyerobotan lahan seperti yang disangkakan. Pasalnya, aktivitas pertambangan yang dijalankan masih seluas 1 hektar. Itupun, lanjut Sabaruddin, berada diatas lahan milik orang tua Direktur Utama PT TIS.
“Bisa dibuktikan lahan warga mana yang kami serobot. Untuk diketahui sampai sekarang kami melakukan pertambangan di atas tanah milik orang tua Dirut PT TIS dengan luasan 1 hektar. Kami tidak pernah melakukan aktivitas di tempat lain,” tegasnya.
Sabaruddin menyebut bukaan lahan PT TIS bisa dipantau melalui citra satelit dan terpantau oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Kalau mau cek bisa lihat di citra satelit bukaan kami,” tambahnya.
Tidak hanya itu, ia juga menegaskan bahwa PT TIS telah mengantongi legalitas yang jelas dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM, termasuk pemerintah daerah terkait SK Lingkungan.
“Kami telah memiliki dokumen resmi. IUP OP kami miliki, kemudian ada persetujuan SK lingkungan yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan dan terakhir ada RKAB,” terang Sabaruddin dihadapan peserta RDP.
Sebagai perusahaan tambang nikel, dirinya memastikan pihaknya ingin melakukan kegiatan pertaambangan dengan aman dan nyaman. Tentunya dengan melibatkan masyarakat lingkar tambang.
“Kita ingin PT TIS melakukan kegiatan dengan aman dan nyaman, kami ingin masyarakat dilibatkan terkait tenaga kerja sehingga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat,” pinta Sabaruddin.
Ditempat sama, Kuasa Hukum PT TIS, Andri Dermawan juga menegaskan bahwa kliennya melakukan aktivitas pertambangan di Area Penggunaan Lain (APL), bukan hutan lindung seperti yang disangkakan.
“Saya sudah sampaikan tadi bahwa dalam IUP PT TIS tidak ada yang namanya kawasan hutan lindung, jadi semua APL sehingga kita tidak harus memiliki izin IPPKH,” beber Andri.
Selama ini, sambung dia, pihaknya selalu membuka ruang komunikasi dengan masyarakat sehingga tidak ada seorang pun yang dirugikan terkait penggunaan lahan.
“Selama ini berkegiatan disana, kita selalu berkomunikasi dengan masyarakat, memberdayakan masyarakat. Termasuk kalau ada lahan yang akan kita lakukan produksi dan itu lahan masyarakat pasti kita bicarakan terkait pembebasan lahan atau kesepakatan lainnya,” ujar Andri.
“Intinya kami mau berinvestasi bukan cari masalah, dari awal perusahaan terbuka untuk hal-hal yang mesti didiskusikan. Semua masalah bisa kita bicarakan. Pak desa juga harus buka ruang, kami juga tidak ada masalah,” pungkasnya. (red/ID)










